Selamat Datang di ROBY PANDIN Blog

Cara Menukar Poin Nusaresearch

Nah kali ini saya akan berbagi tutorial tentang bagaimana cara untuk menukar poin pada Nusaresearch.
Langkah pertama yaitu:
Pilih tulisan "Tukar poin" yang berada tepat di bawah jumlah poin anda, seperti gambar di bawah ini.

Cara Menukar Poin Nusaresearch

Maka akan muncul gambar seperti di bawah ini:

Cara Menukar Poin Nusaresearch

Setelah muncul seperti gambar di atas, silahkan mengisi "Kata sandi" (kata sandi Nusaresearch anda) masukkan kata sandi yang sama ketika anda ingin masuk acount Nusaresearch anda.
Setelah itu isi tanggal lahir anda dan pilih jenis hadiah yang anda inginkan. Misalnya seperti gambar di atas, saya memilih hadiah berupa pulsa.
Klik "Selanjutnya"
Maka akan muncul gambar seperti di bawah ini:

Cara Menukar Poin Nusaresearch

Nah...sekarang pilih jumlah pulsa yang anda ingin tukarkan. Tapi ingat...!! tukar sesuai jumlah poin anda ya?? Kalau saya sih...mau nukar pulsa Rp.50.000 karena poin saya sudah 1000 hehehe...
Jika sudah memilih pulsa berapa yang ingin ditukarkan. Maka Klik "Selanjutnya"
Dan akan muncul gambar seperti dibawah ini:

Cara Menukar Poin Nusaresearch

Perhatikan apakah penukaran sudah sesuai dengan yang anda inginkan atau belum!!
Jika sudah sesuai maka klik "Selesai"
Maka akan muncul gambar seperti dibawah ini:

Cara Menukar Poin Nusaresearch

Nah...karena saya menukar poin di tanggal 22 maka pulsa yang telah saya tukar akan masuk di tanggal 6 bulan berikutnya.
Proses penukaran sudah selesai...
Untuk mengetahui apakah penukaran pulsa anda telah diproses, silahkan cek pada email anda!! Apakah ada email masuk dari Nusaresearch.
contoh email yang masuk seperti gambar dibawah ini:

Cara Menukar Poin Nusaresearch

Program Beasiswa DataPrint

Program Beasiswa DataPrint


Bagi pelajar dan mahasiswa di Indonesia, daftarkan diri kamu segera di program beasiswa DataPrint. Sebanyak 700 orang yang terpilih akan mendapatkan beasiswa dengan hadiah total ratusan jutaan rupiah!
Program Beasiswa DataPrint telah memasuki tahun keempat. Setelah sukses mengadakan program beasiswa di tahun 2011 hingga 2013, maka DataPrint kembali membuat program beasiswa bagi penggunanya yang berstatus pelajar dan mahasiswa.  Hingga saat ini lebih dari 1000 beasiswa telah diberikan bagi penggunanya.

Di tahun 2014 sebanyak 700 beasiswa akan diberikan bagi pendaftar yang terseleksi. Program beasiswa dibagi dalam dua periode. Tidak ada sistem kuota berdasarkan daerah dan atau sekolah/perguruan tinggi. Hal ini bertujuan agar beasiswa dapat diterima secara merata bagi seluruh pengguna DataPrint.  Beasiswa terbagi dalam tiga nominal yaitu Rp 250 ribu, Rp 500 ribu dan Rp 1 juta. Dana beasiswa akan diberikan satu kali bagi peserta yang lolos penilaian. Aspek penilaian berdasarkan dari essay, prestasi dan keaktifan peserta.

Beasiswa yang dibagikan diharapkan dapat meringankan biaya pendidikan sekaligus mendorong penerima beasiswa untuk lebih berprestasi. Jadi, segera daftarkan diri kamu setelah mendapatkan kode dalam kemasan DataPrint, setelah itu klik kolom PENDAFTARAN pada blog ini!

Pendaftaran periode 1 : 7 Februari – 30 Juni 2014
Pengumuman                : 10 Juli 2014

Pendaftaran periode 2   : 1 Juli – 31 Desember 2014
Pengumuman                : 12 Januari 2015



Pengertian, Tekstur dan Struktur Batuan Beku

PENGERTIAN BATUAN BEKU:
Batuan beku adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras dengan atau tanpa proses kritalisasi baik di bawah permukaan sebagai batuan instrusif maupun di atas permukaan bumi sebagai ekstrutif. Batuan beku dalam bahasa latin dinamakan igneus (dibaca ignis) yang artinya api.



Batuan beku insteusif atau instrusi atau plutonik adalah batuan beku yang telah menjadi kristal dari sebuah magma yang meleleh di bawah permukaan Bumi. Magma yang membeku di bawah tanah sebelum mereka mencapai permukaan bumi disebut dengan nama pluton. Nama Pluto diambil dari nama Dewa Romawi dunia bawah tanah. Batuan dari jenis ini juga disebut sebagai batuan beku plutonik atau batuan beku intrusif. 
Sedangkan batuan belu ekstrusif adalah batuan beku yang terjadi karena keluarnya magma ke permukaan bumi dan menjadi lava atau meledak secara dahsyat di atmosfer dan jatuh kembali ke bumi sebagai batuan.

Magma ini dapat berasal dari batuan setengah cair ataupun batuan yang sudah ada, baik di mantel ataupun kerak bumi. Umumnya, proses pelelehan dapat terjadi karena salah satu dari proses-proses berikut ini ; penurunan tekanan, kenaikan temperatur, atau perubahan komposisi. Lebih dari 700 tipe batuan beku telah berhasil dideskripsikan, dan sebagian besar batuan beku tersebut terbentuk di bawah permukaan kerak bumi.

Berdasarkan keterangan dari para ahli seperti Bapak Turner dan Verhoogen tahun 1960, Bapak F.F Groun Tahun 1947, Bapak Takeda Tahun 1970, Magma didefinisikan atau diartikan sebagai cairan silikat kental pijar yang terbentuk secara alami, memiliki temperatur yang sangat tinggi yaitu antara 1.500 sampai dengan 2.500 derajat celcius serta memiliki sifat yang dapat bergerak dan terletak di kerak bumi bagian bawah. Dalam magma terdapat bahan-bahan yang terlarut di dalamnya yang bersifat volatile / gas (antara lain air, co2, chlorine, fluorine, iro, sulphur dan bahan lainnya) yang magma dapat bergerak, dan non-volatile / non gas yang merupakan pembentuk mineral yang umumnya terdapat pada batuan beku.
Dalam perjalanan menuju bumi magma mengalami penurunan suhu, sehingga mineral-mineral pun akan terbentuk. Peristiwa ini disebut dengan peristiwa penghabluran

TEKSTUR BATUAN BEKU
Tekstur pada batuan beku umumnya ditentukan oleh tiga hal utama, yaitu kritalinitas, Granularitas dan Bentuk Kristal. Mari kita bahas ketiga hal penting tersebut satu persatu.

1.  Kristalinitas
Kristalinitas merupakan derajat kristalisasi dari suatu batuan beku pada waktu terbentuknya batuan tersebut. Kristalinitas dalam fungsinya digunakan untuk menunjukkan berapa banyak yang berbentuk kristal dan yang tidak berbentuk kristal, selain itu juga dapat mencerminkan kecepatan pembekuan magma. Apabila magma dalam pembekuannya berlangsung lambat maka kristalnya kasar. Sedangkan jika pembekuannya berlangsung cepat maka kristalnya akan halus, akan tetapi jika pendinginannya berlangsung dengan cepat sekali maka kristalnya berbentuk amorf. Dalam pembentukannnya dikenal tiga kelas derajat kristalisasi, yaitu:
  • Holokristalin adalah batuan beku dimana semuanya tersusun oleh kristal. Tekstur holokristalin adalah karakteristik batuan plutonik, yaitu mikrokristalin yang telah membeku di dekat permukaan.
  • Hipokristalin adalah apabila sebagian batuan terdiri dari massa gelas dan sebagian lagi terdiri dari massa kristal.
  • Holohialin adalah batuan beku yang semuanya tersusun dari massa gelas. Tekstur holohialin banyak terbentuk sebagai lava (obsidian), dike dan sill, atau sebagai fasies yang lebih kecil dari tubuh batuan.


2, Granularitas
Granularitas dapat diartikan sebagai besar butir (ukuran) pada batuan beku. Pada umumnya dikenal dua kelompok tekstur ukuran butir, yaitu:
a. Fanerik atau fanerokristalin, Besar kristal-kristal dari golongan ini dapat dibedakan satu sama lain secara megaskopis dengan mata telanjang. Kristal-kristal jenis fanerik ini dapat dibedakan menjadi:
  • Halus (fine), apabila ukuran diameter butir kurang dari 1 mm.
  • Sedang (medium), apabila ukuran diameter butir antara 1 – 5 mm.
  • Kasar (coarse), apabila ukuran diameter butir antara 5 – 30 mm.
  • Sangat kasar (very coarse), apabila ukuran diameter butir lebih dari 30 mm.

b. Afanitik, Besar kristal-kristal dari golongan ini tidak bisa dibedakan dengan mata telanjang sehingga diperlukan bantuan mikroskop. Batuan dengan tekstur afanitik dapat tersusun oleh kristal, gelas atau keduanya. 
Dalam analisis mikroskopis dibedakan menjadi tiga yaitu :
  • Mikrokristalin, Jika mineral-mineral pada batuan beku bisa diamati dengan bantuan mikroskop dengan ukuran butiran sekitar 0,1 – 0,01 mm.
  • Kriptokristalin, jika mineral-mineral dalam batuan beku terlalu kecil untuk diamati meskipun dengan bantuan mikroskop. Ukuran butiran berkisar antara 0,01 – 0,002 mm.
  • Amorf/glassy/hyaline, apabila batuan beku tersusun oleh gelas.


3. Bentuk Kristal
Bentuk kristal merupakan sifat dari suatu kristal dalam batuan, jadi bukan sifat batuan secara keseluruhan. Ditinjau dari pandangan dua dimensi dikenal tiga bentuk kristal, yaitu:
  • Euhedral, jika batas dari mineral adalah bentuk asli dari bidang kristal.
  • Subhedral, jika sebagian dari batas kristalnya sudah tidak terlihat lagi.
  • Anhedral, jika mineral sudah tidak mempunyai bidang kristal asli.
  • Ditinjau dari pandangan tiga dimensi, dikenal empat bentuk kristal, yaitu:
  • Equidimensional, jika bentuk kristal ketiga dimensinya sama panjang.
  • Tabular, jika bentuk kristal dua dimensi lebih panjang dari satu dimensi yang lain.
  • Prismitik, jika bentuk kristal satu dimensi lebih panjang dari dua dimensi yang lain.
  • Irregular, jika bentuk kristal tidak teratur.


Hubungan Antar Kristal
Hubungan antar kristal atau disebut juga relasi diartikan sebagai hubungan antara kristal atau mineral yang satu dengan yang lain dalam suatu batuan. hubungan antar kritak dapat dibagi menjadi beberapa jenis antara lain sebagai berikut :
  • Equigranular, yaitu jika secara relatif ukuran kristalnya yang membentuk batuan berukuran sama besar. Berdasarkan keidealan kristal-kristalnya, maka equigranular dibagi menjadi tiga, yaitu:
  • Panidiomorfik granular, yaitu jika sebagian besar mineral-mineralnya terdiri dari mineral-mineral yang euhedral.
  • Hipidiomorfik granular, yaitu jika sebagian besar mineral-mineralnya terdiri dari mineral-mineral yang subhedral.
  • Allotriomorfik granular, yaitu jika sebagian besar mineral-mineralnya terdiri dari mineral-mineral yang anhedral.
  • Inequigranular, yaitu jika ukuran butir kristalnya sebagai pembentuk batuan tidak sama besar. Mineral yang besar disebut fenokris dan yang lain disebut massa dasar atau matrik yang bisa berupa mineral atau gelas.


STRUKTUR BATUAN BEKU
Struktur batuan beku sebagian besar hanya dapat dilihat di lapangan saja, misalnya:
  1. Pillow lava atau lava bantal, yaitu struktur paling khas dari batuan vulkanik bawah laut, membentuk struktur seperti bantal.
  2. Joint struktur, merupakan struktur yang ditandai adanya kekar-kekar yang tersusun secara teratur tegak lurus arah aliran. Sedangkan struktur yang dapat dilihat pada contoh-contoh batuan (hand speciment sample), yaitu:
  3. Masif, yaitu jika tidak menunjukkan adanya sifat aliran, jejak gas (tidak menunjukkan adanya lubang-lubang) dan tidak menunjukkan adanya fragmen lain yang tertanam dalam tubuh batuan beku.
  4. Vesikuler, yaitu struktur yang berlubang-lubang yang disebabkan oleh keluarnya gas pada waktu pembekuan magma. Lubang-lubang tersebut menunjukkan arah yang teratur.
  5. Skoria, yaitu struktur yang sama dengan struktur vesikuler tetapi lubang-lubangnya besar dan menunjukkan arah yang tidak teratur.
  6. Amigdaloidal, yaitu struktur dimana lubang-lubang gas telah terisi oleh mineral-mineral sekunder, biasanya mineral silikat atau karbonat.
  7. Xenolitis, yaitu struktur yang memperlihatkan adanya fragmen/pecahan batuan lain yang masuk dalam batuan yang mengintrusi.

Pada umumnya batuan beku tanpa struktur (masif), sedangkan struktur-struktur yang ada pada batuan beku dibentuk oleh kekar (joint) atau rekahan (fracture) dan pembekuan magma, misalnya: columnar joint (kekar tiang), dan sheeting joint (kekar berlembar).

KOMPOSISI MINERAL BATUAN BEKU
Cara menentukan kandungan mineral pada batuan beku, dapat dilakukan dengan menggunakan indeks warna dari batuan kristal. Berdasarkan warna mineral sebagai penyusun batuan beku dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu mineral Felsik dan Mineral Mafik.
  • Mineral felsik, merupakan mineral yang berwarna terang, terutama terdiri dari mineral kwarsa, feldspar, feldspatoid dan muskovit.
  • Mineral mafik, merupakan mineral yang berwarna gelap, terutama biotit, piroksen, amphibol dan olivin.

Berdasarkan cara terjadinya, kadungan SiO2 dan indeks warna batuan beku dapat diklasifikan. Sehingga dapat ditentukan nama batuan yang berbeda-beda meskipun dalam jenis batuan yang sama.

Menurut Rosenbusch (1877-1976) Klasifikasi batuan beku berdasarkan cara terjadinya dapat dibagi menjadi sebagai berikut :
  • Effusive rock, merupakan batuan beku yang terbentuk di permukaan.
  • Dike rock, merupakan batuan beku yang terbentuk dekat permukaan.
  • Deep seated rock, merupakan batuan beku yang jauh di dalam bumi. Oleh W.T. Huang (1962), jenis batuan ini disebut plutonik, sedang batuan effusive disebut batuan vulkanik.


Klasifikasi batuan beku berdasarkan kandungan SiO2 (C.L. Hugnes, 1962), antara lain :
  • Batuan beku asam, batuan beku yang memiliki kandungan SiO2 lebih dari 66%. Contohnya adalah riolit.
  • Batuan beku intermediate, batuan beku yang memiliki kandungan SiO2 antara 52% – 66%. Contohnya adalah dasit.
  • Batuan beku basa, batuan beku yang memiliki kandungan SiO2 antara 45% – 52%. Contohnya adalah andesit.
  • Batuan beku ultra basa, batuan beku yang memiliki kandungan SiO2 kurang dari 45%. Contohnya adalah basalt.


Klasifikasi batuan beku berdasarkan indeks warna menurut S.J. Shand, 1943, antara lain :
  • Batuan beku Leucoctaris rock, jika mengandung kurang dari 30% mineral mafik.
  • Batuan beku Mesococtik rock, jika mengandung 30% – 60% mineral mafik.
  • Batuan beku Melanocractik rock, jika mengandung lebih dari 60% mineral mafik.


Sedangkan klasifikasi batuan beku berdasarkan indeks warna menurut S.J. Ellis (1948) antara lain sebagai berikut :
  • Batuan beku Holofelsic, batuan beku dengan indeks warna kurang dari 10%.
  • Batuan beku Felsic, batuan beku dengan indeks warna 10% sampai 40%.
  • Batuan beku Mafelsic, batuan beku dengan indeks warna 40% sampai 70%.
  • Batuan Beku Mafik, batuan beku dengan indeks warna lebih dari 70%.


Pengelompokan Mineral

Dalam terminologi geologi dan ekonomi, mineral umumnya dikelompokkan menjadi beberapa jenis. Pengelompokan ini terutama merujuk pada kegunaan dan keberlimpahannya di alam.
Mineral umumnya dikelompokkan sebagai berikut: material bangunan (building materials), mineral industri (industrial minerals), mineral logam (metallic minerals), dan mineral bahan bakar (mineral fuels).

Pengelompokan Mineral
Contoh Mineral: Asbes



Material bangunan (building materials)
Contoh dari material bangunan antara lain batu, kerikil, pasir, batu kapur dan lempung. Mineral jenis ini umumnya mudah ditemukan, tidak memerlukan pemrosesan yang rumit, dan digunakan dalam proyek-proyek konstruksi seperti bangunan, jalan, atau jembatan.
Ongkos penambangan dan pemrosesan relatif rendah, sehingga harga jualnya pun tidak tinggi. Mineral jenis ini banyak tersedia di alam (cadangan besar) dan mudah disubstitusi oleh mineral lain.
Karena keterbatasan pasar dan biaya transportasi yang tinggi, tambang material bangunan umumnya berukuran kecil, mesti secara agregat nasional menyumbang kue bisnis yang signifikan.

Mineral industri (industrial minerals)
Mineral industri sering disebut juga mineral non logam (non metallic mineral). Mineral jenis ini terutama digunakan untuk bahan baku pupuk atau bahan mentah untuk industri kimia.
Mineral industri tersedia melimpah di alam, dapat langsung digunakan tanpa perlu proses pengolahan tambahan. Berikut adalah contoh mineral industri: fosfat, bentonit, gipsum, dan silika.

Mineral logam (metallic mineral)
Sesuai namanya, mineral logam akan menghasilkan berbagai macam logam yang kita kenal. Batuan yang memiliki kandungan mineral logam yang ekonomis disebut bijih. Cadangan mineral logam di alam berjumlah jauh lebih sedikit jika dibanding jenis mineral lainnya.
Sebelum bisa digunakan, bijih perlu mengalami pemrosesan lanjutan. Ongkos pemrosesan umumnya lebih mahal dibanding ongkos transport. Ini membuat mineral logam masih menguntungkan untuk diperdagangkan lintas daerah bahkan lintas negara.
Contoh mineral logam antara lain aluminium, tembaga, besi, nikel, timah, magnesium, emas, perak, seng, dan timbal.

Mineral bahan bakar (mineral fuels)
Jenis mineral bahan bakar mencakup minyak bumi, gas alam, batubara, hingga bahan bakar nuklir seperti uranium dan thorium. Diantara semua jenis mineral, mineral bahan bakar memiliki nilai paling tinggi dalam arti total omzet produksinya.
Mineral bahan bakar memiliki arti strategis hingga digunakan sebagai senjata politis. Minyak bumi misalnya, sering digunakan sebagai penguat daya tawar suatu negara atas isu tertentu.

Kendala Non Teknis Dalam Pemboran


Selain daripada kendala teknis yang dialami, kendala non-teknis pun sering dijumpai saat proses pengeboran di lapangan. Keberadaan kendala ini biasanya sangat mempengaruhi kemajuan proses pengeboran. Beberapa kendala tersebut diantaranya adalah :

Kendala non teknis dalam pemboran

1.  Lokasi Base-camp (tempat tinggal sementara bagi tim pengeboran)
Pada daerah tertentu kondisi keberadan base-camp ini harus benar-benar aman. Aman dari gangguan yang berasal dari manusia lain di sekitar lokasi, dan juga gangguan yang dapat muncul dari binatang-binatang buas yang berada di sekitar lokasi tersebut. Adanya kendala-kendala ini akan sangat mempengaruhi kinerja, serta kondisi psikologis, dan ketenangan terhadap tim pengeboran yang akhirnya akan  menghambat proses pekerjaan pengeboran. 

2. Keberadaan Titik Lokasi Pengeboran 
Keberadaan titik pengeboran harus terletak pada lokasi atau daerah yang bebas dari masalah kepemilikan, seperti tanah daerah sengketa, daerah-daerah yang dilindungi (cagar alam / budaya), dll. Kendala ini keberadaannya akan sangat mempengaruhi proses pekerjaan pengeboran terutama apabila pekerjaan pengeboran sudah berjalan. 

3.  Kegiatan Pengeboran
Proses kegiatan pengeboran harus diusahakan tidak mengganggu situasi dan kondisi lingkungan setempat, terutama jika terletak di daerah pemukiman. Sehingga jam-jam kerja harus diatur agar pada waktu tertentu di luar jam kerja dapat dimanfaatkan sebagai kerja lembur, dengan tujuan untuk mempercepat proses pengeboran selesai dengan target yang telah ditetapkan sesuai harapan.

4.  Kondisi Kesehatan Tim Pengeboran

Hal ini harus selalu diperhatikan dan diantisipasi agar mereka dapat bekerja secara kontinyu dan tidak terhenti karena adanya gangguan kesehatan dari salah satu tim pengeboran. Hal ini akan sangat mempengaruhi efektivitas dan efisiensi kerja pengeboran.


Kendala Teknis Dalam Pemboran

KENDALA-KENDALA TEKNIS
Dalam kenyataannya pengeboran tidak selalu berjalan dengan lancar sesuai dengan harapan, berbagai macam hambatan sering kali terjadi. Hambatan ini biasa disebut sebagai hole-problems atau downhole-problems, yang dapat terjadi karena masalah-masalah di dalam lubang bor maupun di permukaan. Penyebab permasalahan ini misalnya karena mesin mati, rangkaian bor rusak, penyebab dari formasi, dan lain sebagainya. Hambatan dalam pengeboran ini dapat dikelompokkan antara lain sebagai berikut:



1.  Tidak sempurnanya lubang yang diperoleh 
2.  Caving shale problem 
3.  Hilangnya lumpur pengeboran ( lost-circulation atau water-lost 
4.  Pipa terjepit 
5.  Semburan liar ( blow-out

Jenis-jenis hambatan ini dapat terjadi sendiri-sendiri, bersamaan, atau satu masalah akan mempengaruhi masalah yang lain.

Hilangnya lumpur pengeboran ( lost-circulation atau water-lost )

Hilangnya lumpur pengeboran ( lost-circulation atau water-lost )
 
Semburan liar ( blow-out )
Semburan liar ( blow-out )

Lokasi pengeboran di area terbuka

Lokasi pengeboran di area terbuka


Hambatan-hambatan tersebut sering kali terjadi dan tentunya dapat menimbulkan kerugian yang cukup besar. Namun demikian, belajar dari pengalaman dengan penanganan yang benar diharapkan hambatan dan kerugian tersebut dapat diminimalisir dengan baik.

1.  Masalah Pada Pengeboran Inti (Coring) 
Idealnya lubang yang diperoleh pada pengeboran berbentuk sempurna dan tidak mengalami kerusakan, tetapi pada kenyataannya hal ini sukar diperoleh. Bentuk-bentuk permasalahan pada lubang yang mungkin dapat dijumpai di lapangan dapat berupa: 
1.1. Lubang terpotong menyerupai spiral yang diakibatkan oleh gangguan pada bit 
1.2. Perubahan mendadak pada diameter lubang yang diakibatkan oleh pergantian bit setelah menembus batuan induk.
1.3. Lubang berbentuk ulir yang diakibatkan dari tekanan bit yang terlalu besar 
1.4. Core blocking yang muncul diakibatkan oleh adanya displacement fragmen bebatuan sepanjang bidang belahannya 

2. Caving Shale Problem
Pada saat proses pengeboran menembus lapisan shale, mempunyai permasalahan tersendiri. Menjaga agar shale stabil, tidak ambruk atau longsor merupakan suatu masalah, dan tidak terdapat suatu cara pasti yang dapat diterapkan untuk semua keadaan tersebut. Untuk mengurangi masalah ini, maka biasanya pengeboran dilaksanakan dengan menerapkan drilling-practice yang baik dan penggunaan mud-practice yang tepat. Karena ambrukan atau longsornya shale, maka akibat selanjutnya yang dapat muncul antara lain: 
2.1. Lubang bor membesar 
2.2. Masalah pembersihan lubang bor 
2.3. Pipa bor terjepit 
2.4. Bridges dan fill-up 
2.5. Kebutuhan lumpur bertambah 
2.6. Penyemenan yang kurang sempurna 
2.7. Kesulitan dalam pelaksanaan logging dan lain-lainnya

2.1. Jenis-Jenis Shale 
Jenis-jenis shale ini biasanya merupakan lapisan yang diendapkan pada cekungan marine, terutama terdiri dari lumpur, silt, dan clay, dalam bentuknya yang lunak biasanya disebut clay. Semakin dalam maka tekanan dan temperatur akan semakin tinggi sehingga endapan ini (clay) akan mengalami perubahan bentuk dan disebut sebagai shale. Selanjutnya perubahan bentuk karena proses metamorfosa disebut slate, phylite, atau mica schist. Bila shale mengandung banyak pasir disebut arenaceous shale, sedangkan yang mengandung banyak material organik disebut carbonaceous shale. Shale mengandung berbagai jenis mineral lempung yang sebagian berhidrasi tinggi. Shale yang mengandung banyak mineral montmorilonite akan berhidrasi tinggi, yaitu akan menyerap air dalam kapasitas yang besar. Biasanya shale terdapat dalam formasi yang relatif tidak dalam. 

a.  Pressure Shale 
Pressure Shale merupakan batuan endapan yang biasanya terdapat di daerah yang luas, adakalanya terdapat pula kontak dengan endapan pasir. Dengan semakin tebal lapisan di atasnya karena proses pengendapan terus berlangsung maka tekanan overburden akan semakin besar. Pada proses compaction atau pemadatan ini cairan-cairan yang berada di dalam lapisan shale akan tertekan keluar dan masuk ke dalam batuan yang porous (permeabel) dan tidak kompresibel misalnya batu pasir. Akibatnya cairan terperangkap dan tertekan di dalam pasir, dan tekanan dapat mencapai tekanan yang relatif tinggi bahkan dapat menyamai tekanan overburden itu sendiri. Selanjutnya pada saat lapisan tersebut dilakukan pengeboran bisa terjadi situasi dimana tekanan hidrostatis lumpur lebih kecil daripada tekanan formasi. Perbedaan tekanan ini dapat mengakibatkan runtuhnya dinding lubang bor pada waktu pengeboran sedang berlangsung. Cara untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menaikan tekanan pada dasar lubang bor, dalam hal ini menaikan berat lumpur. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah menjaga agar lubang bor tetap terisi penuh pada waktu mencabut dan memasukkan stang bor, serta mengurangi kemungkinan swabbing dengan jalan menurunkan viskositas dan gel-strength

b.  Mud Making Shale 
Mud Making Shale ini adalah shale yang sangat sensitif terhadap air atau lumpur. Jenis ini dapat berupa shale bentonit yang bisa menghisap air (hidrasi). Cara menghadapi shale jenis ini adalah pengeboran dengan memakai cairan pengeboran yang tidak berpengaruh atau bereaksi dengan shale. Jenis-jenis lumpur yang dipakai dalam hal ini antara lain lime mud, gyp mud, calcium chloride mud, salt mud, dan yang banyak dipakai saat ini adalah lignosulfonate mud serta oil mud. Namun demikian jenis-jenis lumpur ini pun tidak seluruhnya mampu mengatasi masalah shale ini. Sehingga yang dapat diusahakan adalah bagaiman agar shale ini tidak terhidrasi atau bereaksi dengan lumpur ataupun air fitrasi, salah satu cara bisa dipakai lumpur dengan air filtrasi yang sangat rendah. 
Hal lain yang berpengaruh dalam menghadapi shale ini antara lain adalah: 
-   Keasaman diusahakan konstan pada pH sekitar 8.5 - 9.5 
-   Densitas atau berat lumpur cukup untuk menahan dinding lubang bor 
-   Air filtrasi diusahakan rendah 

c.  Stressed Shale
Shale jenis ini tidak banyak bereaksi atau terhidrasi dengan air, tetapi mudah ambruk. Problem ini akan makin besar bila lapisan mengalami kemiringan dan ditambah lagi bila menjadi basah oleh air atau lumpur. 

2.2. Sebab-Sebab dan Cara Penanganan Shale Problem 
a.  Sebab dan Gejala
Penyebab dan gejala masalah shale ini dapat dikelompokkan dari segi lumpur maupun dari segi drilling practice atau mekanis. Beberapa penyebab dari kelompok mekanis ini antara lain: 
-   Erosi karena kecepatan lumpur di annulus yang telalu tinggi 
-   Gesekan pipa bor terhadap dinding lubang bor 
-  Adanya penekanan ( pressure surge ) atau penyedotan ( swabbing ) pada waktu mengangkat dan memasukkan stang bor atau mata bor 
-   Adanya tekanan dari dalam formasi 
-   Adanya air filtrasi atau lumpur yang masuk ke dalam formasi 

Secara umum dapat dikatakan bahwa pembesaran lubang bor dan masalah shale berkaitan dengan dua masalah pokok, yaitu tekanan formasi dan kepekaan terhadap lumpur atau air filtrasi. Gejala-gejala yang sering tampak bila sedang menghadapi masalah shale antara lain: 
-   Tekanan (beban) pompa naik 
-   Serbuk bor (cutting) bertambah banyak 
-   Lumpur menjadi kental 
-   Air filtrasi bertambah 
-   Bridges dan fill-up, adanya endapan cutting di dalam lubang bor 
-   Torsi bertambah besar 
-   Bit balling 

b.  Penanganan Shale Problem
Beberapa cara yang bisa dilakukan untuk menanggulangi masalah-masalah shale ini antara lain adalah sebagai berikut: 
-   Penggunaan lumpur yang baik 
-   Densitas lumpur yang cukup untuk menahan tekanan formasi 
-   Keasaman lumpur yang sesuai ( pH sekitar 8.5 - 9.5 ) 
-   Filtrasi rendah 
-   Mengurangi kecepatan aliran lumpur di annulus 
-   Pipa bor diusahakan betul-betul dalam keadaan lurus 
-   Mengurangi atau menghindari kemiringan lubang bor 
-  Mengindari swabbing atau pressure surge pada saat mencabut dan memasukkan stang bor atau mata bor.

3.  Hilangnya Lumpur Pengeboran (Lost-Circulation atau Water-Lost) 
3.1. Pengertian 
Hilangnya lumpur pengeboran merupakan proses masuknya lumpur ke dalam formasi. Hilangnya lumpur ini merupakan masalah lama dan sering terjadi dalam pengeboran, banyak terjadi di mana-mana serta pada kedalaman yang berbeda-beda. Hilangnya lumpur ini dapat terjadi bila tekanan hidrostatis lumpur melebihi tekanan formasi. 

3.2. Sebab-Sebab Hilangnya Lumpur Pengeboran (water-lost
ditinjau dari segi formasi, maka hilangnya lumpur dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut: 

a.  Coarseley permeable formation 
Contoh dari jenis formasi ini adalah pasir dan gravel, namun tidak semua jenis formasi ini menyerap lumpur. Formasi ini dapat menyerap lumpur apabila tekanan hidrostatis lumpur lebih besar daripada tekanan formasi. Selain itu ada pengertian bahwa lumpur mampu masuk ke dalam formasi bila diameter lubang atau pori-pori sedikitnya tiga kali lebih besar terhadap diameter butiran atau partikel padat dari lumpur.

b.  Cavernous formation 
Hilangnya lumpur ke dalam reef, gravel, atau pun formasi yang mengandung banyak gua-gua sudah dapat diduga sebelumnya. Gua-gua ini banyak terdapat pada formasi batu kapur (limestone dan dolomite).

c.  Fissure, fractures, dan faults 
Ini merupakan celah-celah dan retakan di dalam formasi. Bila hilangnya lumpur ini terjadi tidak pada formasi permeabel atau batukapur, biasanya ini terjadi karena celah-celah dan retakan tersebut. Fractures dapat bersifat alamiah karena proses-proses geologi, tetapi juga dapat terjadi karena sebab-sebab mekanis selama pengeboran (induced fractures). Fractures ini dapat disebabkan antara lain:
-   Penekanan (pressure surge) pada waktu masuknya stang bor atau mata bor 
-   Adanya kenaikan tekanan karena drilling practice yang tidak benar, misalnya seperti tekanan pompa terlalu tinggi, lumpur terlalu kental, gel strength terlalu besar. 
-   Hilangnya lumpur dapat juga terjadi karena perlakuan yang kurang sesuai, misalnya menjalankan pompa secara mengejutkan, dan lain sebagainya. 

3.3. Hilangnya lumpur karena sifat lumpur dan operasional pengeboran
Hilangnya lumpur pengeboran tidak hanya terjadi dengan dipengaruhi oleh faktor formasi saja, akan tetapi dapat juga dipengaruhi oleh sifat lumpur dan juga operasional pengeboran yang akan dijelaskan sebagai berikut: 

a.  Squeeze effect 
Saat menurunkan rangkaian stang bor terlalu cepat dan ditambah lumpur yang kental, maka lumpur yang berada di bawah mata bor akan terlambat naik ke annulus di atas mata bor. Hal ini menyebabkan lumpur di bawah mata bor tertekan ke formasi karena kondisi antara rangkaian stang bor dengan lubang seperti sebuah piston. Peristiwa ini dikenal sebagai squeeze effect. Akibat dari squeeze effect dapat menyebabkan formasi pecah dan lumpur masuk ke formasi.

b.  Berat jenis lumpur yang tinggi 
Karena berat jenis lumpur yang digunakan terlalu tinggi, maka tekanan hidrostatis lumpur akan menjadi besar. Bila menemui lapisan yang tekanan rekahannya kecil maka formasi akan terjadi rekahan-rekahan dan akibatnya adalah sama seperti yang diuraikan di atas.

c.  Viskositas lumpur yang tinggi 
Bila viskositas lumpur terlalu tinggi, maka tekanan sirkulasi lumpur di annulus akan cukup tinggi yang mengakibatkan formasi pecah bila formasi tidak kuat.

d.  Gel strength 
Lumpur yang memiliki tinggi gel-strength sangat penting pada saat tidak ada sirkulasi, yaitu akan menahan cutting supaya tidak turun ke dasar lubang. Dalam kondisi ini material pembuat lumpur diusahakan tidak menumpuk di dasar lubang. Apabila gel-strength tinggi maka untuk memulai sirkulasi yang sempat terhenti akan diperlukan tenaga pompa yang cukup besar. Bila formasi tidak sanggup menahan tekanan pompa yang besar ini maka formasi akan pecah.

e.  Pemompaan yang mengejutkan 
Pemompaan lumpur yang mengejutkan akan menyebabkan formasi pecah jika formasi tidak kuat. Akibatnya adalah seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Pada waktu mata bor menembus formasi ini maka lumpur akan mengisi gua, celah, dan rekahan yang ada. 

3.4. Tindakan Pencegahan
Pengalaman menunjukkan bahwa sekitar 50% dari hilangnya lumpur pengeboran terjadi karena induced fracture. Dalam hal ini hilangnya lumpur dapat terjadi dimana tidak terlalu terpengaruh oleh jenis formasi. Dengan demikian pencegahan akan lebih murah daripada mengatasi hilangnya lumpur pengeboran bila sudah terjadi. Beberapa hal yang perlu diingat untuk pencegahan antara lain: 

a.  Berat lumpur 
Berat lumpur perlu juga dijaga agar tetap minimum sekedar mampu mengimbangi tekanan formasi. Serbuk bor (cutting) yang berada di annulus juga mengakibatkan penambahan berat lumpur, sehingga pembersihan lubang bor memegang peranan yang sangat penting.

b.  Viscosity dan gel-strength 
Gel strength juga harus dijaga agar tetap kecil, gel-strength yang besar memerlukan tenaga yang besar pula untuk menyirkulasikan gel tersebut, dan tenaga yang besar ini akan dapat mengakibatkan pecahnya formasi. Disarankan agar rotary-table dan spindle digerakkan terlebih dulu sebelum menjalankan pompa, disamping itu dalam menjalankan pompa tidak dilakukan dengan mengejutkan (perlahan-lahan dalam membuka kran atau katup). 

c.  Penurunan stang bor dan mata bor
Pada saat menurunkan stang bor dan mata bor harus dihindari terjadinya pressure surge untuk mencegah pecahnya formasi, juga pada waktu mencabut atau menaikkan stang bor dan mata bor harus dihindari terjadinya swabbing

d.  Gunakan lumpur pengeboran yang baik dan stabil 
Harus dipergunakan lumpur pengeboran yang baik dan stabil. Hal ini dilakukan untuk dapat mengurangi negative-mud seperti caving dan sloughing-bridging

3.5. Cara Mengatasi Hilangnya Lumpur Pengeboran 
Cara mengatasi hilangnya lumpur pengeboran ini sangat berbeda antara satu dengan yang lain, tergatung dari sebab-sebab, sifat formasi, dan sebagainya. 
Berikut adalah beberapa cara yang dapat dipergunakan untuk mengatasi hilangnya lumpur pengeboran:

a.  Bahan penyumbat 
Dalam mengatasi hilangnya lumpur pengeboran dipergunakan bahan penyumbat antara lain: 
-   Granular material sepeti nut-shells, nut-plug, dan tuff-plug 
-   Fibrous material seperti leather-floc, fiber-seal, dan chip-seal.
-   Flakes, seperti mica dan cellophare 
-   Kombinasi dari jenis bahan-bahan tersebut di atas. Demikian pula ukurannya dapat dicampur dari yang halus (fine), medium, serta yang kasar (coarse). 
-   Heat expanded material, seperti expanded-perlite 
-  Bahan-bahan khusus seperti high filter loss slurry, bentonite diesel oil slurry, atau bentonite diesel oil cemen slurry

b.  Seepage losses 
Adalah bila hilangnya lumpur pengeboran dalam jumlah yang relatif kecil, yaitu kurang dari 15 bbl/ jam, upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal ini adalah:
-  Mengurangi berat lumpur pengeboran, tekanan pompa, dan periode menunggu. Dapat dicoba menambahkan bahan penyumbat dengan cara menyiapkan bahan-bahan penyumbat dengan lumpur khusus untuk membawa bahan-bahan tersebut sekitar 200bbl. 
-  Bahan penyumbat akan lebih baik apabila terdiri dari bermacam-macam jenis serta ukuran dengan konsentrasi sekitar 25 - 35 lbs/ bbl lumpur. Apabila hilangnya lumpur pengeboran makin besar maka jumlah serta ukuran bahan penyumbat harus diperbesar. 
-  Bahan penyumbat dipompakan ke dalam lubang bor, pada saat bahan penyumbat sampai pada dasar mata bor, maka pengeboran dapat dimulai lagi. Dengan demikian sirkulasi lumpur bor akan kembali normal (seimbang). Apabila sirkulasi masih belum normal maka penyumbatan dengan batch-method ini dapat diulang hingga berhasil.
-  Complete loss of returns, Adakalanya lumpur pengeboran tidak keluar kembali dari lubang bor, tetapi lubang bor tetap penuh. Hal yang dapat diusahakan antara lain dengan memakai high-filter-loss slurry atau soft plug. Lumpur tidak sampai ke permukaan, Keadaan ini sangat berbahaya karena akan terjadi pengurangan tekanan hidrostatis lumpur pengeboran yang selanjutnya dapat terjadi well-kick. Usaha yang harus segera dilakukan adalah mengisi lubang annulus dengan air yang jumlahnya harus diperhitungkan atau lubang bor disumbat terlebih dahulu dengan bahan penyumbat sebelum pengeboran dilanjutkan. 
-  Blind drilling, Adakalanya pengeboran menembus formasi dengan tekanan yang sangat rendah, bahkan di bawah tekanan hidrostatis air. Usaha yang dapat dilakukan antara lain pengeboran dengan lumpur yang sangat ringan misalnya aerated-mud atau mist-drilling sampai mencapai formasi yang cukup keras untuk kemudian dipasang casing dan disemen. 

4.  Stang Bor Terjepit 
4.1. Pengertian 
Dalam kenyataannya operasi pengeboran tidak selalu berjalan lancar. Seringkali stang bor terjepit, benda-benda asing terjatuh, atau benda yang tertinggal di dalam lubang bor (stang bor patah), semua benda ini disebut dengan fish. Hal ini dapat menggangu kelancaran operasi pengeboran, karena peralatan-peralatan tersebut harus dikeluarkan terlebih dahulu dari lubang bor sebelum operasi pengeboran dapat dilanjutkan. Operasi pembersihan lubang bor ini sering disebut sebagai pemancingan. Sedangkan peralatan khusus yang dipakai dalam operasi pemancingan ini disebut sebagai alat pancing. Selanjutnya jenis serta ukuran dan bentuk benda yang harus dipancing sangat berlainan, dan ini memerlukan prosedur serta peralatan yang berbeda pula. 

4.2. Jenis dan Sebab
Jenis dan sebab jepitan, dalam masalah ini ada 3 sebab utama dari terjepitnya rangkaian stang bor, yaitu: 

a.  Caving soughing
Caving soughing ini terjadi kibat pengeboran menembus formasi yang tidak stabil dan mudah ambruk, terutama shale. Gejala yang tampak pada masalah ini antara lain adalah: 
-   Tekanan pompa naik 
-   Serbuk bor atau cutting bertambah 
-   Ada sangkutan (drag, bridges) 
-   Torsi naik 
-   Bit balling 
-   Lumpur (viskositas naik, air fitrasi naik, gel strength naik) 

Sebagai cara pencegahan terhadap masalah ini adalah pemakaian mud-practice, serta drilling-partice yang baik. Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini antara lain dengan sirkulasi yang intensif (turnkan water loss, pelumasan), kemudian perendaman (spotting) dengan minyak atau oil soluble surfactant. 

b.  Key seat 
Key seat atau lubang kunci ini dapat terjadi pada lubang bor yang miring. Hal ini terjadi karena gesekan rangkaian stang bor dengan dinding lubang bor bagian atas dan membentuk semacam lubang kunci jika lubang bor dilihat dari atas. Biasanya jepitan terjadi waktu mencabut stang bor. Untuk pencegahannya dapat dilakukan dengan menghindari belokan tajam (dog-leg). Pada sumur miring, belokan yang disarankan maksimum 3/100ft. 

c.  Defferential pressure sticking
Jepitan ini terjadi apabila: 
-   Formasi porous dan permeabel 
-   Lumpur terlalu berat sehingga tekanan hidrostatis lumpur melebihi tekanan formasi 
-   Lumpur kurang stabil (water loss tinggi, mud cake tebal) 

Dalam hal ini tidak tampak adanya gejala sebelum jepitan. Jepitan jenis ini dapat terjadi pada sumur bor miring maupun sumur bor tegak. Sebagai tindakan pencegahan antara lain: 
-   Mengurangi berat lumpur serta air filtrasi, pelumasan. Ini dapat dilakukan dengan menggunakan bagan oil-emulsion-mud, oil-invert-emulsion-mud atau oil-base-mud. 
-   Memakai stabilizer dan spiral grooved drill collar pada rangkaian bor 

Ada bermacam-macam jenis fish yang terdapat di dalam lubang bor. Jenis, ukuran, dan bentuknya dapat bermacam-macam tergantung dari situasi serta penyebab adanya fish tersebut. Secara umum jenis fish ini dapat dikelompokan sebagai berikut: 
-   Stang bor terjepit 
-   Stang bor lepas atau patah 
-   Stang bor terlepas seluruhnya atau sebagian dan terjatuh ke dalam lubang bor 
-   Pipa selubung (casing) terjepit, pecah, atau lepas 
-   Kabel swab atau kabel logging putus 
-  Perabotan kecil atau benda-benda asing lainnya yang jatuh ke dalam lubang bor. Jenis, ukuran, dan bentuk fish serta situasi dan kondisi lubang bor banyak menentukan cara pemancingan serta alat yang diperlukan. 

4.3. Pengenalan Masalah 
Sebelum mulai operasi pembersihan lubang bor dari fish yang tertinggal, maka harus menentukan dulu perincian serta ciri-ciri dari fish tersebut, dimana fish berada, dan sebab-sebab mengapa fish berada di situ. Sebagai contoh pada stang bor terjepit, sebelum atau dalam proses pengambilannya perlu diketahui ukuran stang bor, ukuran lubang bor, tempat jepitan, sebab stang bor terjepit, dan seterusnya. Contoh lainnya pada stang bor yang patah dan tertinggal di dalam lubang bor, maka perlu diketahui ukuran stang bor dan ukuran lubang bor, berapa stang bor yang tertinggal, di mana, bagaimana bentuk patahan, apakah lubang bor miring, dan lain sebagainya. Dengan dasar pengetahuan tersebut dapat ditentukan langkah atau cara pemancingan serta peralatan yang diperlukan. 

4.4. Jenis-Jenis Operasi dalam Pemancingan

a.  Sirkulasi 
Sirkulasi merupakan cara yang sering diterapkan untuk membebaskan stang bor yang terjepit, yaitu dengan cara: 
-  Sirkulasi intensif dan diberi pelumas pada lumpur bor, bila stang terjepit karena endapan atau longsoran pasir, shale, atau clay. Bila jepitan karena perbedaan tekanan (differential pressure sticking) berat lumpur dapat dikurangi. 
-  Perendaman, Bila pipa terjepit maka perlu dicari tempat jepitan, biasanya jepitan terjadi karena endapan atau longsoran pasir, shale, atau clay. Bila demikian dapat dipompakan cairan perendaman pada lokasi tempat jepitan. Sambil direndam, pipa dicoba digerakkan naik-turun atau diputar. Waktu perendaman dapat dilakukan secara singkat atau sampai beberapa jam. Sebagai cairan perendam dapat dipakai minyak, oil base mud, invert oil emulsion mud, asam klorida (HCl), atau yang populer saat ini adalah oil soluble surfactant (misalnya pipe-lax) yang dilarutkan dalam diesel oil, dengan jumlah rata-rata satu galon surfactant untuk tiap barrel minyak. Dalam hal ini perlu diperhatikan agar cairan perendam benar-benar berada di daerah jepitan. 
-   Pengeboran kurung (wash over), bila stang bor yang tertinggal di dalam lubang bor karena patah atau dipotong dalam keadaan terjepit, maka jepitan harus dibersihkan dulu sebelum pipa dapat diangkat. Pembersihan sekeliling pipa ini dapat dilakukan dengan pengeboran sekelilingnya. 
-   Sidetrack dan Abandon, adakalanya stang bor yang terjepit tidak dapat dibebaskan. Jika demikian, terpaksa lubang bor disumbat dengan semen (plug-back) dan kemudian pengeboran dilanjutkan ke samping (side-track). Kemungkinan lain adalah sumur disumbat atau ditutup lalu ditinggalkan.

4.5. Alat Pancing
Alat pancing secara keseluruhan dapat dikelompokkan ke dalam alat pancing itu sendiri, dan alat-alat pembantu untuk melaksanakan operasi pemancingan, termasuk juga alat keselamatan agar rangkaian stang bor pemancing itu sendiri tidak terjepit. Berikut adalah jenis-jenis alat pancing:

a.  Alat pancing pipa dari luar 
     -   Die collar 
     -   Over-shot 
b.  Alat pancing dari dalam
     -   Taper tap 
     -   Pipe spear 
c.  Alat pancing benda-benda kecil 
     -   Junk basket 
     -   Fishing magnet 
c.  Alat pancing kabel 
     -   Cable spear 
d.  Alat pemukul 
     -   Bumper sub 
     -   Jar, yaitu mechanical-rotary-jar, hydraulic-jar, dan surface-jar
e.  Alat pemotong pipa, yaitu internal-cutter dan external-cutter 
f.   Alat penyelamat: safety joint 
g.  Lain-lain: milling-shoe dan casing-roller 

4.6. Rangkaian Alat Pancing
Untuk pemancingan benda-benda, dimana ada kemungkinan tidak dapat terlepas terutama untuk stang bor, maka disarankan agar dalam rangkaian alat pancing tersebut dipasang alat pancing sebagai berikut : 
a.  Safety joint, sebagai pengaman di atas alat pancing 
b.  Jar atau bumper-sub, untuk memukul dan membantu melapaskan jepitan 
c.  Drill collar, sebagai pemberat 
d.  Jar accelerator, diperlukan bila jepitan tidak dalam 

5.  Semburan Liar (Blow-Out) 
Untuk menjelaskan arti dari semburan liar atau blow-out, di sini terlebih dahulu akan diperkenalkan istilah kick, yaitu masuknya fluida formasi (air, gas, atau minyak) ke dalam lubang sumur. Hal ini dikarenakan lumpur pengeboran tidak dapat mengontrol tekanan formasi yang disebabkan karena turunnya tekanan hidrostatis lumpur pengeboran dan naiknya tekanan formasi. Lumpur pengeboran memberikan tekanan hidrostatik kepada formasi yang akan semakin besar sejalan dengan pertambahan kedalaman. Bila tekanan hidrostatis lebih kecil dari tekanan formasi terjadilah kick. Fluida formasi yang sudah masuk ke dalam lubang sumur ini mempunyai tekanan yang besar sehingga fluida ini mengalir ke permukaan. Kalau tidak dapat dikontrol dengan cepat maka akan terjadi semburan fluida formasi tersebut ke permukaan, hal inilah yang disebut dengan blow-out. Bila yang menyembur adalah minyak dan atau gas maka akan sangat berbahaya sekali, terutama jika terdapat percikan api yang akan menyebabkan kebakaran. Apabila blow-out berupa air maka masih dapat diusahakan untuk menutup peralatan-peralatan pencegah semburan liar. Faktor yang mempengaruhi tekanan hidrostatis lumpur adalah berat jenis lumpur dan ketinggian kolom lumpur. Apabila terdapat salah satu atau keduanya yang rendah maka akan menyebabkan turunnya tekanan hidrostatis lumpur. 

5.1. Berat Jenis Lumpur Turun 
Bercampurnya fluida formasi dengan lumpur pengeboran akan menyebabkan berat jenis lumpur turun. Hal ini dapat ditinjau dari beberapa sebab, yaitu: 

a.  Swab effect
Swab effect terjadi apabila pencabutan rangkaian stang bor terlalu cepat maka antara rangkaian stang bor dan dinding lubang bor akan mirip seperti halnya piston dan silinder. Ruang di bawah bit yang ditinggalkan oleh rangkaian pengeboran menjadi vakum dan fluida formasi akan tersedot (terhisap ke dalam lubang bor). Ditambah lagi dengan viskositas lumpur yang besar (lumpur kental) maka gerakan lumpur yang ada di atas bit terlambat mengisi ruangan di bawah bit. Akibatnya akan masuk fluida formasi ke dalam lubang dan bercampur dengan lumpur bor dan akan menyebabkan berat jenis lumpur turun. Hal ini dapat menurunkan tekanan hidrostatis dari lumpur bor.

b.  Menembus formasi gas
Saat menembus formasi gas maka cutting yang dihasilkan akan mengandung gas. Walaupun mulanya tekanan hidrostatis lumpur dapat membendung gas supaya tidak dapat masuk ke dalam lubang, tetapi gas dapat masuk ke dalam lubang bersama cutting. Gas keluar dari cutting masuk ke dalam lumpur, makin lama gas makin banyak sehingga akan menurunkan berat jenis dari lumpur bor. Apabila hal ini terjadi maka tekanan hidrostatis lumpur tidak dapat lagi membendung masuknya gas ke dalam sumur secara lebih besar. 

5.2. Tinggi Kolom Lumpur Turun
Bila formasi pecah atau ada celah dan rekahan-rekahan pada lapisan di dalam lubang bor maka lumpur bor akan masuk ke dalam lapisan yang pecah atau bercelah tersebut, sehingga tinggi kolom lumpur akan turun. Maksudnya di sini adalah tinggi kolom lumpur di annulus. Walaupun berat jenis lumpur tidak turun, tekanan hidrostatis dari lumpur akan turun dengan turunnya tinggi kolom lumpur.